tag:blogger.com,1999:blog-91425390780202580732024-02-08T08:57:11.758-08:00Kajian IslamM. Yova Yanuarhttp://www.blogger.com/profile/18375296764479057956noreply@blogger.comBlogger10125tag:blogger.com,1999:blog-9142539078020258073.post-23316831104263608402011-12-04T07:00:00.000-08:002011-12-04T07:00:19.001-08:00Ghibah - antara terlarang dan diperbolehkan<div style="text-align: justify;"><span class="fnu2">Allah Ta’ala berfirman : ”Dan janganlah sebagian kalian mengghibah sebagian yang lain. Sukakah salah seorang dari kalian memakan daging saudaranya yang telah mati? Maka tentunya kalian tidak menyukainya (merasa jijik). Dan bertakwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al Hujurat : 12)</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Al Hafidh Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam tafsirnya : “Dalam ayat ini ada larangan berbuat ghibah. Dan Penetap Syariat telah menafsirkan ghibah tersebut sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Abu Daud[1] nomor 4874.”</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Lalu Ibnu Katsir membawakan sanadnya sampai kepada Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, ia berkata : “Ditanyakan kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam apa yang dimaksud dengan ghibah. Beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menjawab :</span></div><a name='more'></a><br />
<br />
<span class="fnu2">[ “Engkau menyebut tentang saudaramu dengan apa yang ia tidak sukai.” Lalu ditanyakan lagi : “Apa pendapatmu, wahai Rasulullah, jika memang perkara yang kukatakan itu ada pada saudaraku?” Beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menjawab : “Jika memang perkara yang kau katakan itu ada padanya maka sungguh engkau telah meng-ghibahnya dan jika perkara yang yang kau katakan itu tidak ada padanya maka sungguh engkau telah berdusta.” (Tafsir Ibnu Katsir. Jilid 4 halaman 272. Darul Faiha dan Darus Salam) ]</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Ghibah atau yang diistilahkan ngerumpi oleh kalangan awam merupakan santapan lezat bagi para wanita secara khusus, walaupun pria juga ada yang melakukannya. Namun wanita yang mendominasi dalam hal ini. Di mana ada wanita berkumpul maka jarang sekali majelis itu selamat dari membicarakan aib orang lain, apakah itu tetangganya, temannya, iparnya, atau bahkan suami dan orang tuanya sendiri tidak luput dari pembicaraan. Dan setan datang menghiasi, sehingga mereka yang hadir merasa lezat dalam berghibah dan lupa akan ancaman Allah dan Rasul-Nya terhadap perbuatan keji ini.</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Yang menyedihkan, perbuatan ghibah ini tidak hanya menimpa orang yang buta atau tidak peduli dengan agamanya, bahkan juga menimpa Muslimah yang telah mengerti tentang hukum-hukum agama ini. Di tempat pengajian mereka mendapat wejangan untuk berhati-hati dari membicarakan aib saudaranya sesama Muslim, mereka diberi peringatan dan ancaman untuk menjaga lisan. Namun ketika keluar dari tempat pengajian mereka tenggelam dalam perbuatan ini dengan sadar ataupun tanpa sadar. Dan memang setan begitu bersemangat untuk menyesatkan anak Adam, Wallahul Musta’an.</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Ghibah ini haram hukumnya dan sangat dicerca. Ibnu Katsir rahimahullah berkata : [ Karena itulah Allah Tabaraka Wa Ta’ala menyerupakan perbuatan ghibah ini dengan memakan daging manusia yang telah mati, sebagaimana Dia berfirman : “Sukakah salah seorang dari kalian memakan daging saudaranya yang telah mati? Maka tentunya kalian tidak menyukainya (merasa jijik).”</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Yakni sebagaimana kalian tidak suka/jijik untuk memakan bangkai manusia secara tabiat, maka hendaklah kalian juga tidak suka untuk melakukan ghibah secara syariat, karena hukuman perbuatan ghibah ini lebih berat. Allah menyebutkan permisalan seperti ini untuk menjauhkan manusia dari berbuat ghibah dan tahzir (peringatan) terhadap perbuatan ini. ]</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Demikian Ibnu Katsir menerangkan. (Tafsir Ibnu Katsir 4/273)</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dalam khuthbah beliau di Mina ketika haji Wada’ mengingatkan akan tingginya kehormatan kaum Muslimin sehingga tidak layak untuk direndahkan dengan perbuatan ghibah. Beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : “Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, dan kehormatan kalian haram atas kalian seperti keharaman/kehormatan hari kalian ini (yakni hari Nahar tanggal 10 Dzulhijjah, -pent.), pada bulan kalian ini (yakni bulan Dzulhijjah sebagai salah satu bulan haram, -pent.).” (HR. Bukhari nomor 1739 dan Muslim nomor 1679 dari shahabat Abi Bakrah radhiallahu 'anhu)</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam juga bersabda : “Cukuplah kejelekan bagi seseorang bila ia merendahkan saudaranya yang Muslim. Setiap Muslim terhadap Muslim yang lain haram darahnya, kehormatannya, dan hartanya.” (HR. Muslim dalam Shahih-nya nomor 2564 dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu 'anhu)</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma menceritakan bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam naik ke mimbar, lalu beliau berseru dengan suara yang lantang : “Wahai orang-orang yang mengaku beriman dengan lisannya namun iman itu belum masuk (belum sampai) ke dalam hatinya, janganlah kalian menyakiti kaum Muslimin, jangan kalian mengghibah mereka dan mencari-cari aurat mereka (kejelekan mereka), karena sesungguhnya siapa yang mencari-cari aurat saudaranya yang Muslim niscaya Allah akan mencari-cari auratnya dan siapa yang dicari-cari auratnya oleh Allah maka Allah akan membeberkan aurat tersebut walaupun di tengah rumahnya.” (HR. Tirmidzi dan Abu Daud. Dishahihkan Asy Syaikh Muqbil Al Wadi’i dalam kitabnya Ash Shahihul Musnad Mimma Laisa fish Shahihain 1/493. Darul Haramain)</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma suatu hari memandang ke Ka’bah lalu ia berkata : “Alangkah agungnya engkau dan alangkah besarnya kehormatanmu, namun orang Mukmin memiliki kehormatan yang lebih besar di sisi Allah dibanding dirimu.” (Tafsir Ibnu Katsir 4/274)</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Ketika ‘Aisyah radhiallahu 'anha --istri yang paling Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam cintai-- menjelekkan madunya, maka beliau bersegera mengingkari perbuatan ‘Aisyah. Cinta beliau yang besar kepada sang istri tidak menghalangi beliau untuk menasehati dan menyalahkan perbuatannya yang menyimpang. Ketika itu ‘Aisyah berkata dengan rasa cemburunya : “Wahai Rasulullah cukup bagimu Shafiyah, dia begini dan begitu.” Berkata salah seorang perawi hadits ini : “Yang ‘Aisyah maksudkan adalah Shafiyah itu pendek.” </span><br />
<br />
<span class="fnu2">Maka mendengar hal itu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : “Sungguh engkau telah mengucapkan satu kata yang seandainya kata tersebut dicampurkan dengan air laut niscaya dapat mencemarinya.” (HR. Abu Daid dan Tirmidzi. Dishahihkan Asy Syaikh Albani dalam Shahih Sunan Abi Daud nomor 4080. Shahih Sunan Tirmidzi nomor 2034. Al Misykat nomor 4853, 4857. Ghayatul Maram nomor 427)</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Perkataan ghibah ini memang ringan diucapkan lisan namun berat dalam timbangan kejelekan. Kenapa tidak? Sementara ada siksa yang secara khusus diancamkan bagi pelaku ghibah, seperti yang diceritakan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam : “Tatkala aku di-Mi’raj-kan (dibawa ke langit oleh Malaikat Jibril dalam peristiwa Isra’ Mi’raj, pent.), aku melewati suatu kaum (di neraka, pent.) yang mereka memiliki kuku-kuku dari tembaga. Dengan kuku-kuku tersebut mereka mencakari wajah dan dada mereka. Maka aku bertanya kepada Jibril : “Siapa mereka itu, wahai Jibril?” Jibril menjawab : “Mereka adalah orang-orang yang (ketika di dunia, pent.) memakan daging manusia (berbuat ghibah, pent.) dan melanggar kehormatan manusia.” (HR. Abu Daud. Dishahihkan Asy Syaikh Albani dalam Shahih Sunan Abi Daud nomor 4082. As Shahihah nomor 533). </span><br />
<br />
<span class="fnu2">Asy Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilali dalam kitabnya Bahjatun Nadhirin Syarah Riyadlush Shalihin berkata : [ Dan di antara cabang ayat ini (surat Al Hujurat ayat 12) adalah :</span><br />
<br />
<span class="fnu2">1) Ghibah adalah penyebab aib seseorang ketika ia tidak hadir. Allah menyamakan orang yang tidak hadir dengan mayat karena ia tidak mampu untuk membela dirinya dan menolak pembicaraan tentang aibnya. Demikian pula mayat, dia tidak tahu bila dagingnya dimakan sebagaimana orang hidup dia tidak tahu ketika dia sedang ghaib (tidak berada di tempat) tentang orang yang mengghibahnya.</span><br />
<br />
<span class="fnu2">2) Dalam ayat ini ada dalil tentang hujjah qiyasul aula dan keterangannya adalah :</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Firman Allah Ta’ala : (Fa karihtumuuhu), di dalamnya ada dua sisi/makna :</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Yang pertama : Kalian tidak suka/jijik untuk memakan bangkai. Maka hendaklah kalian tidak suka perbuatan ghibah.</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Yang kedua : Kalian tidak suka manusia mengghibah kalian. Maka hendaklah kalian tidak suka untuk mengghibah manusia.</span><br />
<br />
<span class="fnu2">3) Sebagaimana tidak pantas bagi seorang hamba untuk menyebut seseorang yang telah meninggal kecuali kebaikannya, maka demikian pula sepantasnya ia tidak menyebut saudaranya dari kalangan Muslimin kecuali kebaikan ketika saudaranya itu tidak hadir di hadapannya.</span><br />
<br />
<span class="fnu2">(Lihat Bahjatun Nadhirin Syarah Riyadlush Shalihin halaman 6-7. Dar Ibnul Jauzi)</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Al Imam An Nawawi rahimahullah berkata dalam Al Adzkar : “Adapun ghibah adalah engkau menyebut seseorang dengan apa yang ia tidak sukai, sama saja apakah (ghibah itu menyangkut) tubuhnya, agamanya, dunianya, jiwanya, fisiknya, akhlaknya, hartanya, anaknya, orang tuanya, istrinya, pembantunya, budaknya, sorbannya, pakaiannya, cara jalannya, gerakannya, senyumnya, muka masamnya, atau yang selainnya dari perkara yang menyangkut diri orang tersebut. Sama saja apakah engkau menyebut tentang orang tersebut dengan lafadhmu (ucapan bibirmu) atau tulisanmu, atau melalui tanda dan isyarat matamu, atau dengan tanganmu, atau kepalamu atau yang semisalnya.</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Adapun ghibah yang menyangkut badan seseorang misalnya engkau mengatakan : Si Fulan buta, atau pincang, picak, gundul, pendek, tinggi, hitam, kuning, dan lain-lain.</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Ghibah yang berkaitan dengan agama, misalnya engkau berkata : Si Fulan itu fasik, atau pencuri, pengkhianat, dhalim, meremehkan shalat, bermudah-mudah dalam perkara najis, tidak berbuat baik pada orang tuanya, tidak memberikan zakat pada tempatnya, tidak menjauhi ghibah, dan lain-lain.</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Ghibah yang menyangkut urusan dunia seseorang, misalnya engkau berkata : Si Fulan kurang adabnya, meremehkan manusia, tidak memandang ada orang yang punya hak terhadapnya, banyak bicara, banyak makan dan tidur, tidur bukan pada waktunya, duduk tidak pada tempatnya, dan lain-lain.</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Ghibah yang bersangkutan dengan orang tuanya, misalnya engkau mengatakan : Si Fulan itu ayahnya fasik. Atau mengatakan dengan nada merendahkan : Si Fulan anaknya tukang sepatu, anaknya penjual kain, anaknya tukang kayu, anaknya pandai besi, anaknya orang sombong, dan lain-lain.</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Ghibah yang menyangkut akhlak, misalnya engkau berkata : Si Fulan jelek akhlaknya, sombong, ingin dilihat bila beramal (riya), sifatnya tergesa-gesa, lemah hatinya, dan lain-lain.</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Ghibah yang berkaitan dengan pakaian seseorang, misalnya engkau berkata : Si Fulan lebar kerah bajunya, bajunya kepanjangan, dan lain-lain.</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Yang jelas, batasan ghibah adalah engkau menyebut seseorang dengan apa yang ia tidak sukai, apakah dengan ucapan bibirmu atau yang lainnya. Dan setiap perkara yang dapat dipahami oleh orang lain bahwa itu menyangkut kekurangan seorang Muslim maka hal tersebut merupakan ghibah yang diharamkan.</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Dan termasuk ghibah adalah meniru-nirukan tingkah laku seseorang untuk menunjukkan kekurangan yang ada padanya, misalnya menirukan cara berjalannya dengan membungkuk dan sebagainya.</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Termasuk pula dalam ghibah ini apabila seorang penulis kitab menyebutkan tentang seseorang dalam kitabnya, dengan mengatakan : “Telah berkata Fulan begini dan begitu … .” Yang ia inginkan dengan tulisannya tersebut untuk menjatuhkan si Fulan dan menjelekkannya.</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Namun apabila tujuan penulisan tersebut untuk menjelaskan kesalahan si Fulan agar orang lain tidak mengikutinya, atau untuk menjelaskan kelemahannya dalam bidang ilmu agar manusia tidak tertipu dengannya dan tidak menerima pendapatnya, maka hal ini bukanlah termasuk ghibah. Bahkan ini merupakan nasihat yang wajib dan diberi pahala bagi pelakunya.</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Demikian pula bila seorang penulis atau yang lainnya berkata : “Telah berkata satu kaum atau satu kelompok begini dan begitu, dan perkataan ini salah dan menyimpang … .” Maka ini bukan termasuk ghibah karena tidak langsung menyebut individu atau kelompok tertentu.</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Termasuk ghibah bila dikatakan kepada seseorang : “Bagaimana keadaannya si Fulan?” Lalu orang yang ditanya menjawab : “Alhamdulillah, keadaan kita tidak seperti dia, semoga Allah menjauhkan kita dari kejelekan dan kurangnya rasa malu … .” Atau ucapan-ucapan lain yang dipahami maksud dibaliknya untuk menjelekkan orang lain, walaupun si pengucap berlagak memanjatkan doa. ]</span><br />
<br />
<span class="fnu2">(Demikian kami ringkaskan dari nukilan Asy Syaikh Salim Al Hilali dalam kitabnya Bahjatun Nadhirin 3/25-27)</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Yang Dikecualikan Dari Ghibah</span><br />
<span class="fnu2">Al Imam Nawawi rahimahullah dalam kitabnya Riyadlus Shalihin menyebutkan beberapa perkara yang dikecualikan dari ghibah :</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Pertama : Mengadukan kedhaliman seseorang kepada penguasa atau hakim atau orang yang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan kedhaliman tersebut.</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Kedua : Meminta tolong kepada orang yang memiliki kemampuan untuk merubah kemungkaran dan mengembalikan pelaku maksiat kepada kebenaran.</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Ketiga : Mengadukan seseorang dalam rangka meminta fatwa kepada mufti, seperti perbuatan Hindun ketika mengadukan suaminya Abu Sufyan kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, ia berkata : “Sesungguhnya Abu Sufyan adalah seorang yang kikir, ia tidak memberi nafkah yang mencukupi aku dan anakku, kecuali bila aku mengambilnya tanpa sepengetahuannya (apakah ini dibolehkan)?” Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menjawab : “Ambillah sekedar dapat mencukupi dirimu dan anakmu dengan ma’ruf.” (HR. Bukhari dan Muslim nomor 1714 dari ‘Aisyah radhiallahu 'anha)</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Keempat : Dalam rangka memperingatkan kaum Muslimin dari kejelekan dan menasehati mereka. Hal ini dari beberapa sisi, di antaranya :</span><br />
<br />
<span class="fnu2">a) Men-jarh (menyebutkan kejelekan) para perawi hadits, misalnya dikatakan : Si Fulan rawi yang dusta, dlaif.</span><br />
<br />
<span class="fnu2">b) Ketika diminta pendapat (diajak musyawarah) dalam memilih pasangan hidup, atau yang lainnya. Maka wajib bagi yang diajak musyawarah untuk tidak menyembunyikan kejelekan yang diketahuinya dengan meniatkan nasihat. Sebagaimana hal ini dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam ketika dimintai pendapat oleh Fathimah bintu Qais radhiallahu 'anha dalam menentukan pilihan antara menerima pinangan Muawiyyah atau Abu Jahm radhiallahu 'anhuma. Maka Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menasehatkan : “Adapun Muawiyyah, maka dia seorang yang fakir, tidak memiliki harta. Sedangkan Abu Jahm dia tidak pernah meletakkan tongkatnya dari pundaknya (yakni suka memukul wanita, pent.).” (HR. Bukhari dan Muslim nomor 1480)</span><br />
<br />
<span class="fnu2">c) Ketika melihat ada seseorang yang sering bertamu ke rumah ahlul bid’ah atau orang fasik dan dikhawatirkan orang itu akan terpengaruh/kena getahnya, maka wajib menasehatinya dengan menjelaskan keadaan ahlul bid’ah atau orang fasik itu.</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Kelima : Menyebutkan kejelekan orang yang terang-terangan berbuat maksiat atau bid’ah seperti minum khamar, merampas harta orang lain, dan lain-lain.</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Keenam : Menyebut seseorang dengan gelaran/perkara yang dia terkenal/masyhur dengannya, misalnya : Si buta, si pendek, si hitam, dan lain-lain.</span><br />
<br />
<span class="fnu2">(Dinukil dengan ringkas dari Riyadlus Shalihin halaman 450-451. Cetakan Maktabatul Ma’arif)</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Apakah Ghibah Termasuk Dosa Besar?</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Al Imam Ash Shan’ani rahimahullah dalam kitabnya Subulus Salam berkata : “Ulama berselisih apakah ghibah ini termasuk dosa kecil atau dosa besar. Al Imam Al Qurthubi menukil adanya ijma’ (kesepakatan ulama) bahwa ghibah termasuk dosa besar.”[2] (Lihat Subulus Salam 4/292. Cetakan Maktabah Al Irsyad. Shan’a). Dan pendapat bahwasanya ghibah adalah dosa besar inilah yang didukung oleh dalil sebagaimana diterangkan Al Imam Ash Shan’ani.</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Termasuk dalil yang menunjukkan besarnya dosa ghibah adalah hadits yang diriwayatkan Abu Daud dalam Sunan-nya dari Said bin Zaid, ia berkata bahwasanya Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :</span><br />
<br />
<span class="fnu2">“Sesungguhnya termasuk perbuatan riba yang paling puncak adalah melanggar kehormatan seorang Muslim tanpa haq.” (Hadits ini dishahihkan oleh Asy Syaikh Albani dalam Shahih Sunan Abi Daud nomor 4081. Ash Shahihah 1433 dan 1871 dan dishahihkan pula oleh Asy Syaikh Muqbil bin Hadi dalam kitabnya Ash Shahihul Musnad)</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Haramnya Mendengarkan Ghibah</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Al Imam An Nawawi dalam Al Adzkar : “Ketahuilah sebagaimana ghibah itu diharamkan bagi pelakunya, diharamkan pula bagi pendengar untuk mendengarkannya. Maka wajib bagi orang yang mendengar seseorang ingin berbuat ghibah untuk melarangnya apabila ia tidak mengkhawatirkan terjadinya mudlarat.</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Apabila ia khawatir terjadi mudlarat maka hendaknya ia mengingkarinya dengan hatinya dan meninggalkan majelis itu bila memungkinkan.</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Apabila ia mampu untuk mengingkari dengan lisannya atau memotong pembicaraan ghibah dengan membelokkan pada pembicaraan lain, maka wajib baginya untuk melakukannya. Bila tidak ia lakukan maka sungguh ia telah bermaksiat.</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Apabila ia berkata dengan lisannya : ‘Diam’ (berhentilah dari ghibah) sementara hatinya menginginkan ghibah itu diteruskan, maka yang demikian itu adalah nifak dan pelakunya berdosa. Seharusnya ketika lisan melarang, hati pun turut mengingkari.</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Dan kapan seseorang terpaksa berada di majelis yang diucapkan ghibah padanya sementara ia tidak mampu untuk mengingkarinya atau ia mengingkari namun ditolak dan ia tidak mendapatkan jalan untuk meninggalkan majelis tersebut, maka haram baginya untuk bersengaja mencurahkan pendengaran dan perhatian pada ghibah yang diucapkan. Namun hendaknya ia berdzikir kepada Allah dengan lisan dan hatinya, atau dengan hatinya saja, atau ia memikirkan perkara lain agar ia tersibukkan dari mendengarkan ghibah tersebut. Setelah itu apabila ia menemukan jalan untuk keluar dari majelis itu sementara mereka yang hadir terus tenggelam dalam ghibah, maka wajib baginya untuk meninggalkan tempat itu.” (Dinukil dari Bahjatun Nadhirin 3/29-30)</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Allah Ta’ala berfirman : “Dan apabila mereka (Mukminin) mendengar ucapan laghwi, mereka berpaling darinya. (Al Qashshash : 55)</span><br />
<br />
<span class="fnu2">“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (Al Isra’ : 36)</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Cara Bertaubat Dari Ghibah</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Ada dua pendapat ulama dalam masalah ini dan keduanya merupakan riwayat dari Al Imam Ahmad, yaitu :</span><br />
<br />
<span class="fnu2">1) Apakah cukup bertaubat dari ghibah dengan memintakan ampun kepada Allah untuk orang yang dighibah?</span><br />
<br />
<span class="fnu2">2) Ataukah harus memberitahukannya dan meminta kehalalannya?</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Yang benar adalah tidak perlu memberitahukan ghibah itu kepada yang dighibahi, tapi cukup memintakan ampun untuknya dan menyebutkan kebaikan-kebaikannya di tempat dia mengghibah saudaranya tersebut. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Taimiyah rahimahullah dan selainnya. (Nashihati lin Nisa’ halaman 31. Cetakan Darul Haramain)</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Demikian kami tutup pembahasan ghibah ini dengan mengajak kepada diri kami dan pembaca untuk selalu bertakwa kepada Allah dengan menjauhi perbuatan ghibah dan menyibukkan diri dengan aib/kekurangan yang ada pada diri sendiri. Dan barangsiapa sibuk dengan aibnya sendiri dan tidak mengorek aib orang lain bahkan ia menjunjung kehormatan orang lain, maka sungguh ia telah mengenakan salah satu dari perhiasan akhlak yang mulia. Wallahu A’lam Bis Shawwab.</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Daftar Pustaka</span><br />
<br />
<span class="fnu2">1. Bahjatun Nadhirin. Asy Syaikh Salim Al Hilali</span><br />
<br />
<span class="fnu2">2. Fathul Bari. Al Hafidh Ibnu Hajar</span><br />
<br />
<span class="fnu2">3. Nashihati lin Nisa’. Ummu Abdillah Al Wadi’iyyah bintu Asy Syaikh Muqbil Al Wadi’i</span><br />
<br />
<span class="fnu2">4. Riyadlus Shalihin. Al Imam An Nawawi</span><br />
<br />
<span class="fnu2">5. Subulus Salam. Al Imam Ash Shan’ani</span><br />
<br />
<br />
<br />
<span class="fnu2">------------------------------------------------------</span><br />
<span class="fnu2">[1] Ta’rif tentang ghibah ini disebutkan oleh Imam Muslim dalam hadits yang ia keluarkan pada kitab Shahih-nya (nomor 2589) dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : “Tahukah kalian apakah ghibah itu?” Para shahabat menjawab : “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Lalu beliau menyebutkan sebagaimana tertera dalam riwayat Abu Daud yang dibawakan oleh Ibnu Katsir di atas.</span><br />
<br />
<span class="fnu2">[2] Namun ijma’ yang disebutkan ini tidaklah benar karena Al Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan bahwa penulis kitab Ar Raudlah dan Al Imam Ar Rafi’i berpendapat bahwa ghibah termasuk dosa kecil. (Fathul Bari 10/480. Al Maktabah As Salafiyyah)</span><br />
<br />
<span class="fnu2">Dinukil dari [Majalah Salafy - Muslimah Edisi 39/1422 H/2001] Penulis Ummu Ishaq Al Atsariyyah, Judul asli Menjaga Kehormatan Muslimin Dengan Menjauhi Ghibah.</span> <br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div>M. Yova Yanuarhttp://www.blogger.com/profile/18375296764479057956noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9142539078020258073.post-2762163404058912362011-12-04T06:56:00.001-08:002011-12-04T06:57:58.184-08:00Adab-Adab Menguap<div style="text-align: justify;">1. Apabila seseorang akan menguap, maka hendaknya menahan semampunya dengan jalan menahan mulutnya serta mempertahankannya agar dan jangan sampai terbuka, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah:<br />
<br />
"Kuapan (menguap) itu datangnya dari syaitan. Jika salah seorang di antara kalian ada yang menguap, maka hendaklah ia menahan semampunya"<br />
<br />
(HR. Al-Bukhari no.6226 dan Muslim no.2944)<br />
<br />
<br />
<br />
Apabila tidak mampu menahan, maka tutuplah mulutnya dengan meletakan tangannya pada mulutnya, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah:<br />
<br />
"Apabila salah seorang diantara kalian menguap maka hendaklah menutup mulut dengan tangannya karena syeitan akan masuk (ke dalam mulut yang terbuka)". (HR. Muslim no.2995 (57) dan Abu Dawud no.5026)<br />
<br />
<br />
<br />
2. Tidak disyariatkan untuk meminta perlindungan dari syaitan kepada Allah ketika menguap, karena hal tersebut tidak ada contohnya dari Rasulullah, tidak pula dari Sahabatnya<br />
<br />
(Taken From. Aadaab Islaamiyyah. Syaikh Abdul Hamid bin Abdirrahman as-Suhaibani.)<br />
<br />
<b>Diambil dari mailing list assunnah@yahoogroups.com</b> <br />
<br />
</div>M. Yova Yanuarhttp://www.blogger.com/profile/18375296764479057956noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9142539078020258073.post-41166334941244853782011-12-04T06:55:00.000-08:002011-12-04T07:00:46.747-08:00Sikap-sikap yang disukai dan dibenci manusia & hak-hak Persahabatan<div style="text-align: justify;">Tujuh sikap tentang sikap-sikap yang disukai manusia yang disebutkan penyusun buku ADAB BERGAUL: AGAR DICINTAI ALLAH KEMUDIAN DICINTAI MANUSIA yang disusun oleh al ustadz Fariq bin Gasim Annuz, diterbitkan oleh pustaka darul falah (hal 39-58): <br />
<br />
1. Manusia suka kepada orang yang memberi perhatian kepada orang lain, <br />
<br />
2. Manusia suka kepada orang yang mau mendengarkan ucapan mereka,<br />
<br />
3. Manusia suka kepada orang yang menjauhi debat kusir, <br />
<br />
4. Manusia suka kepada orang yang memberikan penghargaan dan penghormatan kepada orang lain, <br />
<a name='more'></a><br />
<br />
5. Manusia suka kepada orang yang memberi kesempatan orang lain untuk maju,<br />
<br />
6. Manusia suka kepada orang yang tahu berterima kasih atau suka membalas kebaikan, <br />
<br />
7. Manusia suka kepada orang yang menjaga perasaan orang lain. <br />
<br />
Sikap-sikap yang tidak disukai manusia yang disebutkan dalam buku tersebut terangkum dalam delapan point (hal 58-81): <br />
<br />
1. Manusia tidak suka diberi nasihat di hadapan orang lain,<br />
<br />
2. Manusia tidak suka diberi nasihat secara langsung, <br />
<br />
3. Manusia tidak suka kepada orang yang selalu memojokkannya dengan kesalahan-kesalahannya, <br />
<br />
4. Manusia tidak suka kepada orang yang tidak pernah melupakan kesalahan orang lain, <br />
<br />
5. Manusia tidak suka kepada orang yang sombong, <br />
<br />
6. Manusia tidak suka kepada orang yang terburu-buru memvonis orang lain, <br />
<br />
7. Manusia tidak suka kepada orang yang mempertahankan kesalahannya, atau orang yang berat untuk merujuk kepada kebenaran setelah dia meyakini kebenaran itu, <br />
<br />
8. Manusia tidak suka kepada orang yang menisbatkan kebaikan kepada dirinya dan menisbatkan kejelekan kepada orang lain.”<br />
Hak persahabatan yang harus dipenuhi seseorang (halaman 108-116 ) terhimpun dalam 7 point:<br />
a. Mereka harus memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, <br />
b. Pada saat tertentu lidah tidak boleh berbicara, dan pada saat yang lain berbicara. Yang dimaksud dengan diam ialah tidak menyebutkan aibnya saat sahabatnya ada atau saat dia tidak ada, tidak membantahnya, tidak menanyakan sesuatu yang sahabatnya itu tidak suka mengatakannya, tidak bertanya “Mau kemana?” saat bertemu boleh jadi sahabatnya itu tidak ingin diketahui kemana dia akan pergi (pertanyaan ini sudah sedemikian umum di masyarakat Indonesia tak terkecuali salafiyyin dan salafiyyat. Alangkah baiknya sapaan/pertanyaan ini diganti dengan salam dan menanyakan kabar-ed), <br />
c. Tidak boleh mengatakan apapun yang tidak disukai, kecuali hal-hal yang memang harus dikatakan karena perkara amar ma’ruf nahi mungkar,<br />
d. Lidah harus berbicara. Sebagaimana tuntutan persahabatan, yang harus diterapkan pada lidah ialah tidak mengatakan hal-hal yang tidak disukai. Lidah harus mengatakan hal-hal yang disukai. Bahka, ini bisa dikatakan sebagai ciri khusus persahabatan, <br />
e. Mendoakan sahabat kita sewaktu hidupnya dan setelah matinya, <br />
f. Setia dan tulus. Maksud setia ialah tetap mencintai sahabatnya sekalipun sudah meninggal dunia, <br />
g. Tidak membebani, tapi justru memberi keringanan. Tidak membebani temannya dengan hal-hal yang berat dan sulit. Sebaliknya, seseorang harus mendatangkan kegembiraan kepada sahabatnya dengan membebaskannya dari beban dan kebutuhan. Dia juga tidak boleh mengandalkan kedudukan dan harta sahabatnya. Dia harus memenuhi ha-haknya dan tawadhu kepadanya. Tujuan mencintainya hanya kepada Alloh semata, menolong agamanya, bertaqorrub kepada Alloh dengan memenuhi hak-haknya, dan menjaga nama baiknya. Hendaklah dia tidak merasa malu kepada temannya, sebagaimana dia tidak merasa malu kepada dirinya sendiri. Ja’far bin Muhammad berkata, “ Sahabat yang paling berat bagiku adalah yang membebaniku dan aku harus mawas diri (senantiasa mema’lumi keadaan dan wataknya-ed) terhadap dirinya, sedangkan yang paling ringan dihatiku adalah jika aku bersama dia, sama saja seperti ketika aku sedang sendirian.” Sebagian orang bijak berkata,” Siapa yang tidak membebani, maka persahabatannya bisa langgeng.” </div>M. Yova Yanuarhttp://www.blogger.com/profile/18375296764479057956noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-9142539078020258073.post-58611251336880975142011-12-04T06:51:00.001-08:002011-12-04T06:54:37.128-08:00Jangan Terpancing Emosi Oleh Tutur Kata Buruk Seseorang Yang Diarahkan Kepada Anda<div style="text-align: justify;"><span style="font-family: verdana;">Rabu, 22 Juni 2005 16:56:10 WIB<br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: verdana;">JANGAN TERPANCING EMOSI OLEH TUTUR KATA BURUK SESEORANG YANG DIARAHKAN KEPADA ANDA<br />
<br />
Oleh<br />
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dy<br />
<br />
<br />
Diantara perkara yang bermanfaat adalah hendaknya anda mengerti, bahwa tindakan menyakiti yang dilakukan orang kepada anda, khususnya dengan kata-kata yang buruk, tidaklah membahayakan anda, bahkan justeru membahayakan diri mereka sendiri. Kecuali, jika anda sibukkan diri anda untuk terus memikirkan tindakan mereka yang menyakiti itu dan anda izinkan ia untuk menguasai perasaan dan emosi anda. Maka, saat itulah akan membahayakan anda, sebagaimana membahayakan mereka juga. Namun, jika anda anggap angin lalu, tidaklah hal itu membahayakan anda sedikitpun.<br />
<br />
<br />
ARAHKAN PIKIRAN KE SESUATU YANG BERMANFAAT DI SISI KEHIDUPAN RELIGI MAUPUN DUNIAWI.<br />
<br />
Ketahuilah, bahwa hidup anda itu mengikuti alur pikiran anda. Jika pikiran-pikiran anda itu mengarah kepada hal-hal yang bermanfaat bagi anda di sisi kehidupan religi maupun duniawi, maka kehidupan anda adalah kehidupan yang indah lagi bahagia. Namun, jika tidak demikian, maka yang terjadi adalah sebaliknya.<br />
<br />
<br />
MENATA HATI UNTUK MENGHARAP PAHALA ILAHI DALAM BERBUAT KEBAJIKAN.<br />
<br />
Diantara sarana yang paling bermanfaat untuk mengusir kegundahan adalah hendaknya anda menata hati untuk tidak meminta ucapan terima kasih atau imbalan kecuali dari Allah. Jika anda berbuat baik untuk orang yang mempunyai atau yang tidak mempunyai hak atas diri anda, sadarilah bahwa itu adalah hubungan ‘ubudiyyah anda dengan Allah. Karenanya, janganlah anda menaruh perhatian anda pada balasan terima kasih orang yang anda beri suatu jasa atau pemberian itu. Sebagaimana firman Allah dalam menceritakan sikap para hambaNya yang pilihan.<br />
<br />
“Artinya : Sesungguhnya kami memberi makan kepada kamu hanyalah karena mengharap wajah Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih” [Al-Insan : 9]<br />
<br />
Prinsip ini lebih ditekankan dalam hubungan anda dengan keluarga, anak-anak dan orang-orang yang jalinan ikatan anda dengan mereka kuat. Maka, jika anda kuatkan hati anda untuk membuang jauh dari hati anda tindak buruk dari mereka, berarti anda telah membuat orang tenteram (tidak terganggu anda) dan sekaligus anda pun tenteram.<br />
<br />
<br />
[Disalin dari buku Al-Wasailu Al-Mufidah Lil Hayatis Sa’idah, edisi Indonesia Dua Puluh Tiga Kiat Hidup Bahagia, Penerjemah Rahmat Al-Arifin Muhammad bin Ma’ruf, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia Jakarta]</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: verdana;"><br />
<br />
<br />
Sumber : <a href="http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1464&bagian=0">http://almanhaj.or.id/index.php?action=mo re&article_id=1464&bagian=0</a><br />
</span></div>M. Yova Yanuarhttp://www.blogger.com/profile/18375296764479057956noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9142539078020258073.post-80105698682419378282011-12-04T06:48:00.001-08:002011-12-04T07:08:02.189-08:00MANFAAT MEMAKAI JILBAB<div style="text-align: justify;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
</style> <![endif]--> <br />
<div style="text-align: justify;">Allah SWT menyuruh umatnya untuk menutup aurat agar tidak terlihat oleh kaum yang bukan mahramnya. Allah memerintah sesuatu pasti ada menfaat yang baik bagi umatnya. Dan setiap yang bermanfaat dan dibutuhkan manusia dalam kehidupannya, pasti di isyaratkan atau diperintahkan oleh-Nya. Diantara perintah Allah itu adalah berjilbab bagi wanita muslimah.</div><div style="text-align: justify; text-indent: 18.0pt;">Dijaman sekarang banyak sekali wanita yang menggunakan jilbab. Mereka mengaku ada yang benar – benar ingin menutup auratnya, tetapi ada juga yang mengaku untuk mempercantik diri dan mengikuti mode fashion jaman sekarang agar tidak ketinggalan. Lepas dari itu semua, sebenarnya banyak sekali menfaat yang dapat diambil jika seorang wanita menggunakan jilbab, diantaranya :</div><div style="text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;">1.</b><span style="font-size: 7.0pt;"> </span><b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Selamat dari adzab Allah </b></div><div style="text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Ada dua macam penghuni neraka yang tak pernah aku lihat sebelumnya; sekelompok laki – laki yang memegang cemeti laksana ekor sapi, mereka mencambukmanusia dengannya. Dan wanita – wanita yang berpakaian namun telanjang, sesat dan menyesatkan, yang di kepala mereka ada sesuatu mirip punuk unta. Mereka (wanita – wanita seperti ini) tidak akan masuk surg</i><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">a</span> dan tidak akan mencium baunya. Sedangkan bau surg</i><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">a</span> itu tercium dari jarak yang jauh”</i>. (HR. Muslim) </div><div style="text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;">2.</b><span style="font-size: 7.0pt;"> </span><b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Terhindar dari pelecehan</b></div><div style="text-align: justify; text-indent: 18.0pt;">Banyaknya pelecehan seksual terhadap kaum wanita adalah akibat tingkah laku mereka sendiri. Karena wanita merupakan fitnah (godaan) terbesar. Sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">“sepeninggalku tak ada fitnah yang lebih berbahaya bagi laki – laki dari pada wanita”.</i> (HR. Bukhari)</div><div style="text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;">3.</b><span style="font-size: 7.0pt;"> </span><b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Memelihara kecemburuan laki – laki</b></div><div style="text-align: justify; text-indent: 18.0pt;">Sifat cemburu adalah sifat yang telah Allah SWT tanamkan kepada hati laki- laki agar lebih menjaga harga diri wanita yang menjadi mukhrimnya. </div><div style="text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">4.</span></b><span lang="IN" style="font-size: 7.0pt; mso-ansi-language: IN;"> </span><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Akan seperti bidadari surga</span></b></div><div style="text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">“Dalam surga itu ada bidadari - bidadari yang menundukkan pandangannya, mereka tak pernah disentuh seorang manusia atau jin pun sebelumnya.”</span></i><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"> (QS. Ar-rahman ; 56) </span></div><div style="text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">“Mereka laksana permata yakut dan marjan”.</span></i><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"> (QS. Ar-rahman ; 58)</span></div><div style="text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">“Mereka laksana telur yang tersimpan rapi”.</span></i><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"> (QS. Ash-shaffaat ; 49)</span></div><div style="text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Dengan berjilbab wanita akan memiliki sifat seperti bidadari surga. Yaitu menundukkan pandangan, tak pernah disentuh oleh yang bukan mahramnya, yang senantiasa dirumah untuk menjaga kehormatan diri. Wanita seperti inilah yang amat berharga.</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal"><br />
</div></div>M. Yova Yanuarhttp://www.blogger.com/profile/18375296764479057956noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9142539078020258073.post-55974793530327044592011-11-23T14:45:00.001-08:002011-12-04T07:01:34.448-08:00Bertemunya Agama dengan Adat<div style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">10/05/2011 15:21</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Dalam praktek keagamaan, oleh kelompok puritan, adat disingkirkan. Adat dinilai sebagai tidak pantas berdampingan agama. Adat manusia, agama Tuhan. Adat relatif, agama mutlak. Adat lokal, agama universal, dan seterusnya.<br />
<br style="mso-special-character: line-break;" /> <br style="mso-special-character: line-break;" /> </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Bagaimana orang Bugis menerima agama? Bagaimana mereka mempraktekkan adat. Dan bagaimana pula mereka menjalani keduanya?</span><br />
<a name='more'></a><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><br />
<br />
Hamzah Sahal dari NU Online telah mewawancarai Prof. Dr. Nurhayati Rahman beberapa waktu lalu di kantornya, Universitas Hasanudin, Makassar, Sulawesi Selatan. <br />
<br />
Sampai hari ini, Nurhayati adalah orang Bugis yang konsisten menyelami budayanya sendiri dengan cara akademik. Dari menulis skripsi, tesis, hingga disertasi, aktivis Muslimat NU Sulawesi Selatan ini menulis tentang La Galigo.<br />
<br />
Empat ratus tahun lalu Islam sudah mendarat di sulawesi selatan. Artinya Islam juga sudah lama bergumul dengan Sulawesi Selatan lengkap dengan seluk-beluk keyakinan, kebudayaannya. Apakah Anda bisa memberi ilustrasi bagaimana keduanya bergerak?<br />
<br />
Di sini ada sebuah sejarah lisan yang sangat terkenal dan popular di kalangan masyarakat pedesaan. Ada dialog antara Nabi Muhammad dan Sawere Gading (tokoh utama dalam agama tradisonal orang Bugis yang terdapat dalam karya sastra La Galigo, red). Diceritakan Nabi Muhammad bertemu dengan Sawere Gading. Keduanya berdebat dan beradu kesaktian. <br />
<br />
Di sana diceritakan nabi Muhammad adalah seorang yang pandai berargumentasi dan juga sakti secara fisik. Nabi bisa berjalan di atas lautan tanpa alat bantu, dan mukjizat-mukjizat lain yang tidak dimiliki Sawere Gading. Karena Nabi Muhammad demikian sakti dan sempurna, akhirnya Sawere Gading menyerah kalah. Karena kalah, Sawere Gading menyerahkan semuanya kepada Muhammad. "Saya pergi saja. Saya akan kembali ke asalku. Dunia beserta isinya kuserahkan kepadamu, Muhammad. Terserah Engkau mau diapakan." Begitu kira-kira ungkapan penyerahan Sawere Gading kepada Muhammad. <br />
<br />
<i>Apa makna cerita itu?</i><br />
<br />
Yang penting dari cerita ini adalah bukan sahih atau tidak, tapi struktur berpikir orang yang bercerita, orang yang menciptakan cerita itu. Yang paling penting di sini adalah bagaiamana ulama dulu menjelaskan Islam masuk lewat pintu-pintu peradaban, lewat gerakan kultural, bukan kekuasaan, bukan Perda, apalagi kekerasan. Yang demikian ini, jauh lebih efektif. Jangan lupa, Perda juga bentuk interpretasi, hasil tafsiran seseorang. Jadi klaim bahwa Perda itu murni Al-Qur'an merupakan kebohongan luar biasa. Kita tahu Islam itu ada NU, Muhammadiyah, PERSIS, Ahmadiyah, Syi'ah, dan lain sebagainya. <br />
<br />
Kalau faktanya demikian, aliran dan tafsir mana yang mau diperdakan, mana yang mau diformalkan? Oleh karena itulah sekarang kita melihat ada orang yang tidak setuju dengan Perda-perda Syari'at Islam. Kalau Islam diperdakan akan menjadi tunggal, yang akhirnya memihak kelompok tertentu. Pasti kan ada resistensi dari bawah, yaitu mereka yang merasa tafsir Islamnya tidak terakomodir. Ini salah satu problem penerapan Syari'at Islam. <br />
<br />
<i>Tadi disebutkan ada "Paradigma Lama" dan ada "Paradigma Baru". Bisa dijelaskan lebih jauh?</i><br />
<br />
Yang dimaksud 'paradigma lama' adalah kepercayaan tradisional orang Bugis. Kitab sucinya bernama La Galigo, nabinya Sawere Gading. Itulah tadi yang berdebat dengan Nabi Muhammad di puncak gunung. Sedangkan 'paradigma baru' itu agama Islam yang kita kenal sekarang ini, berkitab Al-Qur'an dan nabinya, Muhammad bin Abdullah.<br />
<br />
Sejarah agama dan adat di Indonesia ini dipenuhi konflik panjang dan terjadi di mana-mana. Perang Padri adalah salah satu bukti nyata dari konflik antara adat dengan agama. bisakan Anda menjelaskan dalam konteks Sulawesi Selatan?<br />
<br />
Saya ingin mengungkapkan bahwa kerajaan yang ada di sini begitu istimewa. Seorang raja bertahta bukan karena dia anak sebagaimana terjadi di Yogyakarta, Inggris, Jepang, Maroko, Arab Saudi, dan lain-lain, melainkan dipilih oleh Dewan Adat. Dewan ini berfungsi mirip dengan DPR. Selain Dewan Adat, agamawan juga terlibat dalam proses bernegara. Keduanya tidak ada yang diunggulkan di mata sang raja, keduanya berposisi sama, sederajat. <br />
<br />
<i>Apa yang ingin Anda tunjukkan?</i><br />
<br />
Saya ingin mengatakan bahwa kehidupan yang rukun antara agama dengan adat pada waktu itu merupakan peran ulama atau imam yang cerdas membaca situasi lokal. Mereka cerdas dan kreatif dalam berdialog, bahkan sampai pada tingkat kehidupan sehari-hari yang sangat detail. Misalnya, sampai hari ini kita masih menjumpai pembacaan Al-Qur'an dan Barzanji bersamaan dengan pembacaan La Galigo pada upacara pernikahan, khitanan, ataupun kelahiran. <br />
<br />
Atau misalkan lagi bagaimana ulama mengganti tradisi memberi makanan ke laut, disebut Mappano, karena mereka menganggap ada nenek moyang di sana, diganti dengan membawa ke masjid. Sedangkan membawa sesajen ke gunung, disebut Mappaenre, diganti dengan membawa makanan ke imam. Jadi, setelah masuk Islam Mappano berarti membawa makanan ke masjid, sedangkan Mappaenre ke rumah imam, tidak lagi ke laut atau ke gunung. <br />
<br />
<i>Tapi buktinya sekarang ada ketegangan antara kaum adat dengan agamawan?</i><br />
<br />
Pengamatan saya, yang membuat adat dan agama tegang adalah kelompok Islam yang datang belakangan. Mereka menghukumi ritual yang saya sebut tadi syirik dan berbau bid'ah. Inilah yang membuat kisruh kehidupan beragama dan beradat rusak. Setelah masa kemerdekan, kehidupan masyarakat adat, yang di dalamnya juga masyarakat Islam, menjadi semakin runcing karena kebijakan politik yang tidak paham situasi masyarakat bawah. <br />
<br />
Kesimpulannya, pengembangan Islam secara kultural jauh lebih cair dan nyaman bagi siapa saja. Beda halnya dengan cara-cara kekuasaan, Perda dan segala macamnya. Ada satu kreativitas lagi yang membuat saya kagum dengan ulama dulu. Dalam fiqih, orang zina muhshan kan harus dirajam. Tapi ulama dulu di sini tidak melakukan itu. Ulama di sini menghukum orang berzina dengan Malawong, di-lawoni, diberi kain kafan. Pezina dimandikan, dikafani, dibacakan talqin, lalu dibuang ke laut. Maaf, bukan berarti saya membetulkan cara-cara seperti ini, tapi yang saya suka mereka telah berkreasi, tidak menjiplak mentah-mentah, meskipun datang dari ajaran agama. <br />
<br />
Contoh lagi, soal pembagian waris. Dalam kewarisan, orang Bugis itu menganut persamaan hak antara laki-laki dengan perempuan. Saya tidak membayangkan seperti apa resistennya mereka jika dikatakan bahwa dalam Islam, bagiannya perempuan hanya setengah dari laki-laki. Karena nilai waris di Bugis begitu kuat, ulama tidak mengatakan mentah-mentah aturan Al-Qur'an. Ulama bugis lalu mengatakan malempa orane, ma'junjung makunrae. Maksudnya laki-laki memikul (dapat dua), sementara wanita membawa barang di kepalanya cuma satu.. masih banyak contoh-contoh bagaimana ulama memperkenalkan islam di tanah bugis. Mereka memperkenalkan syari'at lewat jendela kultur, tidak dengan kekerasan, tidak dengan perang, tidak juga dengan pemaksaan dari atas. Memang islamisasi di sulawesi selatan ini lewat istilah jihad, tapi sudah dimaknai lain, yaitu siri, penegakan harga diri, martabat, dan rasa malu. Jadi islam ditegakkan melalui siri.<br />
<br />
<i>Apakah maksudnya jihad itu berarti bukan al-qital?</i><br />
<br />
Ada juga yang berarti al-qital. Tapi imajinasi perang dalm jihad tidak sekuat makna lain.<br />
<br />
<i>Apa bisa disimpulkan bahwa Islam menerima adat?</i><br />
<br />
Saya ingat. Ayah saya bergaul dengan para Bissu, pendeta dalam agama tradisonal. Kalau kita pergi ke kampung-kampung di acara perkawinan, yang mendandani kan para Bissu. Satu-satunya suku di dunia ini yang menghargai trans gender ya Sulawesi Selatan. Di sini multikultur sejak dulu. Coba Anda bayangkan, seseorang yang kelaminnya "tidak lazim", bahkan di banyak komunitas dipinggirkan, justru dihargai. Bissu jadi tokoh agama. Para Bissu adalah orang yang status sosialnya sangat tinggi. Kenapa demikian? Karena mereka dinilai adil, tidak memihak. Mereka dianggap bisa menjadi perantara kaum laki-laki dan kaum perempuan kepada Tuhan.<br />
<br />
<i>Apakah orang Islam menerima tradisi Bissu?</i><br />
<br />
Orang Islam di sini membiarkan praktek seperti itu. Mereka bergaul tanpa ada prasangka apapun. Kecuali pada massa DI/TII. Pada masa itu para Bissu dihabisi. Juga pada masa Orde baru. Rezim menggelar "operasi tobat". Orde Baru menganggap mereka menyimpang.<br />
<br />
<i>Bisa dijelaskan lebih jauh siapa itu Bissu?</i><br />
<br />
Bissu adalah pendeta agama tradisional di kalangan masyarakat Bugis. Mereka ada yang Islam dan ada yang tidak. Yang tidak Islam ada di suku Tolotang di Sidrap dan Singka, serta agama Patungtung di Kajang, Bulukumba. Tak ada yang berubah meskipun mereka Islam. Islam dan kepercayaan lama melekat jadi satu. Mereka naik haji, tapi juga melaksanakan ajaran nenek moyangnya. Kalau orang Bugis merantau, orang tuanya pasti akan menasehati, "Nak, ingat yang diajarkan leluhur kita." Bukan mengatakan, "Nak, ingat pesan Nabi." Perilaku-perilaki mereka biasa disebut mapadua. Inilah satu bukti bahwa Islam di Sulawesi Selatan begitu kuat menyatu dengan adat, dengan ajaran sebelumnya.<br />
<br />
<i>Apakah pernah terjadi ketegangan antara Islam dengan adat?</i><br />
<br />
Pernah. Dan sampai sekarang masih ada. Muhammadiyah menggusur praktek-praktek keagamaan mereka. Tapi NU tidak. Orang NU suka sekali dengan kaum adat. Ada cerita bahwa di satu desa orangnya tidak mau masuk Islam, tidak mau mengikuti ajaran Muhammad, kecuali mereka mendengar burung-burung di gunung bersaut-sautan di pagi hari. Ini pesan para orang tua mereka. Ayah saya yang NU membuat suasana seperti yang mereka imajinasikan. Akhirnya mereka masuk Islam. Tapi Muhammadiyah tidak melakukannya, karena dianggap tidak islami. Itulah sebabnya, Islam di sini berkembang, karena Islam di sini menerima ajaran nenek moyang mereka. Professor Cristian Peldrof membuat analogi menarik untuk orang Islam di Bugis. Dia bilang, "Orang Bugis itu di tangan kirinya sejarah masa lalu, sementara di tangan kanannya pembaharuan." <br />
<br />
<i>Apa maksudnya?</i><br />
<br />
Maksudnya adalah bahwa orang Bugis mau menerima nilai-nilai baru, asalkan nilai-nilai lamanya juga tetap berjalan. Orang Bugis terbuka menerima ajaran dari luar selagi ajaran nenek moyangnya bisa dipraktekkan. <br />
<br />
<i>Mana yang lebih unggul di antara "tangan kanan" dan "tangan kiri"?</i><br />
<br />
Jangan salah. Di antara kedunya tak ada yang lebih unggul. Keduanya adalah harmoni. Harmoni di antara langit dan bumi, siang dan malam, kanan dan kiri. Ibu yang disebut Cristian Peldrof sebagai harmonisasi di antara dua yang berlawanan.<br />
<br />
<i>Apakah bisa disimpulkan agamawan yang selama ini garang dengan kaum adat adalah sikap a historis dengan dengan sejarah Islam Bugis di Sulawesi Selatan?</i><br />
<br />
Kurang lebih begitu. Saya melihat orang-orang yang tidak ramah dengan adat di sini itu orang Islam yang Arab, bukan orang Islam yang Bugis. Ketidakramahan itu semakin menjadi-jadi ketika Orde Baru hanya mengakui lima agama saja. Orde Baru mendatangkan guru agama Hindu di sekolah, anak-anak ya tidak paham, mereka tidak menerima. Yang membuat kisruh itu mereka, Orde Baru dan Islam Arab. Kita di sini baik-baik saja. Contoh, orang Tolotang yang Islam dan yang tidak berbaur tanpa ada prasangka apapun. Identitasnya juga sama. Kalau Anda datang ke sekolah, Anda tidak bisa membedakan mana yang Islam dan mana yang bukan. Baju dan kerudung mereka sama. Mereka berbaur dalam upacara perkawinan, kematian, dan lain-lain. Yang membedakan mereka hanya rumahnya. Kalau tiang rumahnya bulat itu Tolotang, sementara yang Islam segi empat. Itu saja.<br />
***<br />
<br />
<i>Apa yang melatarbelakangi Anda menulis skripsi, tesis dan disertasi tentang La Galigo?</i><br />
<br />
Begini. Ibu saya seorang bangsawan Bugis. Ia hadir di tengah-tengah keluarga dengan segenap kebugisannya. Sementara ayah saya datang dari tradisi santri yang kental. Keduanya menyatu dan mempengaruhi kehidupan kami. Umpamanya, sewaktu kecil saya sering mendengar nenek saya mengaji kitab "Hikayat Nabi Bercukur". Kitab itu dinyanyikan selepas shalat. Nada nyanyian itu persis seperti pembacaan La Galigo di rumah-rumah tiap malam Jumat. Saya jadi bertanya-tanya, kenapa orang Bugis sulit melepas tradisinya, padahal tradisi baru (Islam, red.) sudah datang? <br />
<br />
Kalau orang Bugis diperdengarkan kitab La Galigo, mereka bisa senyum-senyum, bisa menangis. Dan mereka kuat sampai tiga malam. Selebihnya ya karena saya ingin tahu secara mendalam La Galigo. Belum ada orang Bugis yang menuliskan sejarahnya sendiri.<br />
<br />
<i>Apa yang diajarkan La Galigo?</i><br />
<br />
Kalau maksud pertanyaan Anda apakah La Galigo islami atau tidak. Jawabnya ada yang islami, ada yang tidak. Konsep ketuhanannya mungkin tidak islami. Mereka mempunyai dua dewa, dewa yang bermukin di atas langit dan dewa yang menempati bawah laut. Tapi konsep kejujuran, satunya kata dengan perbuatan, keadilan, sangat islami.<br />
<br />
<i>Apakah konsep ketuhanan juga dibaca oleh orang Islam? Apakah dipila-pilah?</i><br />
<br />
Tidak. Tapi kalau orang Islam mendengarnya bisa tertegun. Entah itu artinya apa. La Galigo dibaca sesuai acaranya. Perkwainan beda dengan kematian, panen padi beda dengan pembacaan mengiringi orang mau merantau. Masing-masing ada babnya tersendiri. <br />
<br />
Begini, orang Islam itu kalau dibawa ke nuansa Islam, maka seluruh dunianya Islam semua. Sikap yang sama juga ketika mereka masuk ke dunia adat, maka seluruhnya akan berubah, mereka masuk ke dunia adat dengan segala pernak-perniknya. Sikap seperti ini tidak hanya dilakukan orang Islam, juga mereka yang menganut Kristen.<br />
<br />
<i>Di antara ribuan baris yang ada di La Galigo, apa yang paling membuat Anda terkesan?</i><br />
<br />
Tentu ada. Yang paling terkesan adalah soal bagaimana sikap orang ketika ada rintangan yang menghalang. Kira-kira isinya begini. "Apabila Engkau bertemu dengan kesulitan, bisa musuh atau apa saja yang menghadang perahu di tengah laut, belokkanlah perahumu tujuh kali. Kalau itu pun tak diberi jalan, maka hadapkanlah perahumu tujuh kali ke kiri. Kalau keduanya tidak diberi jalan, barulah engkau tempuh jalan kesulitan itu." <br />
<br />
Ini pesannya La Pananrang kepada anaknya, To Pananrang ketika mau berlayar ke China. Pesan ini yang sering saya kutip untuk menasehati anak muda. Janganlah Anda bertindak emosional kalau belum berpikir tujuh kali ke kanan dan tujuh kali ke kiri. Jadi empat belas kali. Coba Anda bayangkan, dalam dan bijaksana sekali nasihat itu. Saya yakin kalau kita melakukan nasihat itu, tidak ada kebrutalan apapun di sekitar kita. []</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div>M. Yova Yanuarhttp://www.blogger.com/profile/18375296764479057956noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9142539078020258073.post-78871299011575412702011-11-23T14:43:00.000-08:002011-12-04T07:02:02.037-08:00Tujuh Wasiat Rasulullah<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Mei 27, 2008 oleh <a href="http://fuui.wordpress.com/author/fuui/" title="Tulisan oleh fuui"><span style="color: blue;">fuui</span></a> </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><i><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">Rasulullah berwasiat, cintailah fakir-miskin, berbanyak silaturrahmi, jangan suka meminta-minta dan jangan takut celaan dalam berdakwah</span></i><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">“<i>Dari Abu Dzar ia berkata; “Kekasihku (Rasulullah SAW) berwasiat kepadaku dengan tujuh hal: (1) supaya aku mencintai orang-orang miskin dan dekat dengan mereka, (2) beliau memerintahku agar aku melihat orang-orang yang di bawahku dan tidak melihat orang yang berada di atasku, (3) beliau memerintahkan agar aku menyambung silaturahim dengan karib kerabat meski mereka berlaku kasar kepadaku, (4) aku diperintahkan agar memperbanyak ucapan La haula walaa quwwata illa billah, (5) aku diperintahkan untuk mengatakan kebenaran meskipun pahit, (6) beliau berwasiat agar aku tidak takut celaan orang yang mencela dalam berdakwah kepada Allah, (7) belaiu melarang aku agar aku tidak meminta-minta sesuatu kepada manusia</i>” (<b>Riwayat Ahmad</b>).</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">Meski wasiat ini disampaikan kepada Abu Dzar RA, namun hakikatnya untuk kaum Muslimin secara umum. Sebagaimana kaidah: (Al-Khitobu li’umuumil-lafdzi, walaisa min khususil asbab).</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><b><i><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">Wasiat pertama</span></i></b><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">, mencintai orang miskin.</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">Islam menganjurkan umatnya agar berlaku tawadhu’ (berendah hati) terhadap orang-orang miskin, menolong dan membantu kesulitan mereka. Demikianlah yang dicontohkan para sahabat di antaranya Umar bin Khaththab Radhiallahu anhu (RA) yang terkenal sangat merakyat, Khalifah Abu Bakar yang terkenal dengan sedekah “pikulan”nya, Utsman bin Affan dengan kedermawanannya. </span><br />
<a name='more'></a><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">Cintailah dan kasihanilah orang-orang miskin, sebab hidup mereka tidak cukup, diabaikan masyarakat dan tidak diperhatikan. Orang yang mencintai fuqara’ dan masakin dari kaum Muslimin, terutama mereka yang mendirikan shalat, dan taat kepada Allah, maka mereka akan dibela Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT) di dunia dan pada hari kiamat.</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">Sebagaimana sabda Rasulullah, “<i>Barangsiapa yang menghilangkan satu kesusahan dunia dari seorang Muslim, Allah akan menghilangkan darinya satu kesusahan di hari kiamat. Dan barangsiapa yang memudahkan kesulitan orang yang dililit hutang, Allah akan memudahkan baginya di dunia dan akhirat</i>” (Riwayat Muslim).</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">Juga sabda beliau, “<i>Orang yang membiayai kehidupan para janda dan orang-orang miskin bagaikan orang yang jihad fi sabilillah…..” </i>(Riwayat Bukhari). Dalam riwayat lain seperti mendapatkan pahala shalat dan puasa secara terus menerus….</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><b><i><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">Wasiat kedua</span></i></b><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">, melihat orang yang lebih rendah kedudukannya dalam hal materi dunia.</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">Rasulullah memerintahkan agar kita melihat orang-orang yang berada di bawah kita dalam masalah dunia dan mata pencaharian. Tujuannya, tiada lain agar kita selalu bersyukur dengan nikmat Allah yang ada. Selalu <i>qona’ah </i>(merasa cukup dengan apa yang Allah karuniakan kepada kita), tidak serakah, tidak pula iri dengki dengan kenikmatan orang lain. </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">Memang rata-rata penyakit manusia selalu melihat ke atas dalam hal harta, kedudukan, dan jabatan. Selama manusia hidup ia selalu merasa kurang dan kurang. Baru merasa cukup manakala mulutnya tersumpal tanah kuburan.</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><i><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">“Lihatlah kepada orang yang berada di bawahmu dan janganlah melihat orang yang ada di atasmu, karena hal demikian lebih patut agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu.” </span></i><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">(Riwaat Muttafaqun ‘alaihi). </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">Sebaliknya dalam masalah agama, ibadah dan ketakwaan, seharusnya kita melihat orang-orang yang di atas kita, yaitu para Nabi, sahabat, orang-orang yang jujur, para <i>syuhada’</i>, para <i>ulama’ </i>dan <i>salafus-shalih</i>. </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><b><i><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">Wasiat ketiga</span></i></b><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">, menyambung silaturahim kepada kaum kerabat</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">Silaturahim adalah ungkapan mengenai berbuat baik kepada karib kerabat karena hubungan <i>nasab</i> (keturunan) atau karena perkawinan. Yaitu silaturahim kepada orang tua, kakak, adik, paman, keponakan yang masih memiliki hubungan kekerabatan. Berbuat baik dan lemah lembut kepada mereka, menyayangi, memperhatikan dan membantu mereka. </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">Dengan silaturahim, Allah memberikan banyak manfaat. Di antaranya, menjalankan perintah Allah dan rasul-Nya, dengannya akan menumbuhkan sikap saling membantu dan mengetahui keadaan masing-masing. Silaturahmi pula akan memberikan kelapangan rezeki dan umur yang panjang. Sebaliknya bagi yang mengabaikan silaturahim Allah sempitkan hartanya dan tidak memberikan berkah pada umurnya, bahkan Allah tidak memasukkannya ke dalam surga. </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">Rasulullah bersabda: <i>“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia menyambung silaturahmi” </i>(Riwayat Bukhari).</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><b><i><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">Wasiyat keempat</span></i></b><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">, memperbanyak ucapan <i>‘La haula walaa quwwata illa bilLah’</i></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">Rasulullah memerintahkan memperbanyak ucapan <i>La haula walaa quwwata illa bilLah’ </i>agar kita berlepas diri dari merasa tidak mampu. Kita serahkan semuanya kepada Allah. Makna kalimat ini juga sebagai sikap tawakkal, hanya kepada Allah kita menyembah dan hanya kepada-Nya pula kita memohon pertolongan. </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">Pada hakekatnya seorang hamba tidak memiliki daya-upaya apapun kecuali dengan pertolongan Allah. Seorang penuntut ilmu tidak bisa duduk di majelis ilmu melainkan dengan pertolongan Allah. Demikian juga seorang guru tidak mungkin bisa mengajarkan ilmu yang manfaat kepada muridnya melainkan dengan pertolongan Allah. </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">Nabi bersabda : </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">“<i>Ya Abdullah bin Qois, maukah aku tunjukkan kepadamu atas perbendaharaan dari perbendaharaan surga? (yaitu) ‘La haula walaa quwwata illa billah’ </i>(Riwayat Muttafaqun ‘Alaih).</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><b><i><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">Wasiyat kelima</span></i></b><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">, berani mengatakan kebenaran meskipun pahit</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">Kebanyakan orang hanya asal bapak senang (ABS), menjilat agar mendapat simpati dengan mengorbankan kebenaran dan kejujuran. Getirnya kebenaran tidak boleh mencegah kita untuk tidak mengucapkannya, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Apabila sesuatu itu sudah jelas sebagai sesuatu yang haram, bid’ah, munkar, batil, dan syirik, maka jangan sampai kita takut menerangkannya. </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">Sesungguhnya jihad yang paling utama ialah mengatakan kalimat kebenaran (haq) kepada penguasa yang zalim. Bukan dengan cara menghujat aib mereka di mimbar-mimbar, tidak dengan aksi orasi, demonstrasi, dan provokasi. </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">“<i>Barangsiapa yang ingin menasehati penguasa, janganlah ia tampakkan dengan terang-terangan. Hendaklah ia pegang tangannya lalu menyendiri dengannya. Kalau penguasa itu mau mendengar nasehat itu, maka itu yang terbaik. Dan apabila penguasa itu enggan, maka ia sungguh telah melaksanakan kewajiban amanah yang dibebankan kepadanya” </i>(Riwayat Ahmad) </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><b><i><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">Wasiyat keenam</span></i></b><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">, tidak takut celaan dalam berdakwah.</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">Betapa berat resiko dakwah yang Rasulullah dan sahabat alami. Mereka harus menderita karena mendapat celaan, ejekan, fitnah, boikot. Juga pengejaran, lemparan kotoran, dimusuhi, diteror, dan dibunuh. </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">Manusia yang sakit hatinya kadang-kadang tidak mau menerima dengan penjelasan dakwah, maka para pendakwah harus sabar menyampaikan dengan ilmu dan hikmah. Jika dai mendapat penolakan dan cercaan jangan sampai mundur. Maka para penyeru tauhid, penyeru kebenaran jangan berhenti hanya dengan di cerca. </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><i><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">“(Yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan tidak merasa takut dengan siapapun selain Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan</span></i><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">” (Al-Ahzab [33]: 39).</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><b><i><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">Wasiat ketujuh, </span></i></b><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">tidak suka meminta-minta sesuatu kepada orang lain.</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">Orang yang dicintai Allah, Rasul dan manusia, adalah mereka yang tidak meminta-minta. Seorang Muslim harus berusaha makan dari hasil jerih payah tangannya sendiri. Seorang Muslim harus berusaha memenuhi hajat hidupnya sendiri dan tidak boleh selalu mengharapkan belas kasihan orang.</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><i><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">“Sungguh, seseorang dari kalian mengambil tali, lalu membawa seikat kayu bakar di punggungnya, kemudian ia menjualnya, sehingga dengannya Allah menjaga kehormatannya. Itu lebih baik baginya daripada meminta-minta kepada manusia. Mereka bisa memberi atau tidak memberi” </span></i><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">(Riwayat Bukhori).</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Georgia","serif";">Demikianlah 7 wasiat Rasulullah SAW. Semoga kita bisa menunaikannya. [<b>Abu Hasan-Husain</b>/diambil dari <i>Majalah Suara Hidayatullah edisi Mei 2008</i>/<a href="http://hidayatullah.com/"><span style="color: blue;">www.hidayatullah.com</span></a></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div>M. Yova Yanuarhttp://www.blogger.com/profile/18375296764479057956noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9142539078020258073.post-59274318453078388222011-11-23T14:38:00.000-08:002011-11-23T14:41:23.332-08:00PENGHAPUS DOSA DAN PENGANGKAT DERAJAT<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 115%;">Muslim meriwayatkan :</span></i></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center; text-indent: 36.0pt;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 115%;">Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Maukah kalian kutunjukkan tentang sesuatu yang karenanya AllahSWT menghapuskan dosa - dosa dan mengangkat derajat? Mereka menjawab : “Tentu, wahai Rasuullah!” beliau bersabda : “menyempurnakan wudlu pada saat - saat (keadaan) yang berat, memperbanyak langkah menuju masjid dan menanti shalat. Maka, itu adalah ribath (mengekang diri dalam keadaan yang disyariatkan. ed). “dalam riwayat Malik diulang sebanyak dua kali : “maka itu adalah ribath, maka itu adalah ribath.”</span></i></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 115%;">(Hasan)</span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 115%;">HR. At tarmidzi no. 51 dan 52, an - Nasa`i (1/89 dan 90), Ahmad (2/277, 301 dan 303). Malik dalam al - muwaththa (1/161) dan lainnya.</span></div>M. Yova Yanuarhttp://www.blogger.com/profile/18375296764479057956noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9142539078020258073.post-85238148190771755812011-11-23T07:24:00.000-08:002011-11-23T14:11:08.265-08:00surga<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><span style="color: black; font-family: "Planet Benson 2"; font-size: 16pt; line-height: 200%;">Di dunia ini ada surga. Barang siapa ketika di dunia tidak bisa memasukinya, maka dia tidak akan pernah masuk surga akhirat. Surga dunia itu adalah zikir kepada-nya, selalu berusaha dekat dengan-nya, dan merindukannya</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: Ravie; font-size: 12pt; line-height: 200%;">Dr. Aidh bin Abdullah al Qarni</span></b></div>M. Yova Yanuarhttp://www.blogger.com/profile/18375296764479057956noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9142539078020258073.post-22833846235614319132011-11-23T06:49:00.001-08:002011-12-04T07:02:43.969-08:00Ta`ziyah Non Muslim<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">Suatu ketika ada tetangga non muslim meninggal dunia. Dalam agama islam melayat ke tetangga yang meninggal dunia adalah sebuah ibadah, namun jika tetangga adalah seorang non muslim, bolehkah bagi umat islam untuk melayatnya? Atau bolehkah melayatnya dengan tujuan hanya menghormati si mayit?. Bagaimana seharusnya menyikapi hal itu, karena kita hidup di dalam masyarakat yang majemuk agamanya?. Dan bagaimana cara kita bersikap untuk menunjukkan bahwa agama islam adalah agama yang peduli dan menghormati orang lain meskipun non muslim?</span><br />
<a name='more'></a></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">Ketua Dewan Fatwa MUI Jatim, KH. Abdurrahman Navis dalam majalah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Nurul Hayat</i> menjelaskan, hubungan muslim dengan non muslim ada dua hal. Yang pertama masalah yang berhubungan dengan ibadah atau ritual, dan yang kedua masalah yang berkenaan dengan muammalah atau sosial. Kalau menyangkut masalah ibadah, memang ada batasan tegas antara muslim dengan non muslim. Artinya tidak boleh menyembah Tuhan mereka, mencampur adukkan ibadah seperti ikut kebaktian bersama, menghadiri ritual atau mengucapkan selamat dalam momentum perayaan kegamaan non muslim. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT : </span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">katakanlah, “Hai orang - orang yang kafir, aku tidak akan menyaembah apa yang kamu semba. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.”</span></i><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"> (QS. Al-kafiruun 1 : 6) </span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">Sedangkan untuk masalah muammalah atau sosial, seorang muslim boleh berinteraksi dengan non muslim. Seperti berbisnis, bertetangga, berteman, belajar dan semacamnya sepanjang tidak merugikan dan tidak memerangi umat islam. Hal ini sesuai firman Allah SWT : </span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang - orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang - orang yang belaku adi.” (QS. Al-Mumtahanah : 8).</span></i></div><div class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"> Lalu, apakah melayat jenazah non muslim termasuk ibadah ataukah sosial? Dan apa hukumnya?</span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"> Dalam acara kematian non muslim pasti ada unsur ibadahnyaa yaitu acara kebaktian dan do`a. Namu juga ada unsur sosialnya yaitu menghormati tetangga dan sesama ciptaan Allah sebagai ukhuwah bayariyah. Dan hukumnya pun para ulama masih berbeda pendapat. Ada yang memperbolehkan ada yang melarangnya :</span></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="mso-list: l1 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">Pendapat para imam madzhab Syafi`i dan Abu hanifah di dalam sebuah riwayatnya mengatakan bahwa seorang muslim diperbolehkan berta`ziyah kepada orang - orang kafir. (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">al mausu`ah al Fiqhiyah juz II hal 4466</i>). Dan firman Allah SWT surah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Al-Mumtahanah : 8</i> sebagaimana di atas. Juga beberapa hadits diantaranya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">:”Dahulu ada seorang anak yahudi yang membantu Nabi SAW. Suatu ketika si anak ini sakit. Rasulullah lalu menengoknya beliau duduk di dekat kepalanya, dan berkata : “masuklah kedalam islam”. Anak tersebut memandang bapaknya yang hadir di dekatnya. Bapak berkata : “patuhilah (perkataan) Abu Qasim SAW” setelah itu Nabi SAW keluar seraya berkata : “segala puji bagi Allah yang trlah menyelamatkan anak ini dari siksa neraka”</i> [HR. Bukhari 2/96] </span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l1 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">Imam Malik mengatakan bahwa seorang muslim tidak boleh berta`ziyah kepada orang kafir. Hadits Nabi Muhammad SAW yang artinya : <i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Janganlah memulai salam dengan Yahudi dan Nasrani. Apabila kalian berpapasan dengan slah seorang dari mereka, himpitlah ke tempat yang sempit</i>. [HR. Muslim 7/5]. Dalam hal ini ta`ziyah disamakan dengan salam kepada mereka.</span></div><div class="MsoListParagraphCxSpLast"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">Sedangkan mendo`akan non muslim ada yang dilarang dan ada yang di perbolehkan. Jika mendo`akan semoga mendapat hidayah agar masuk islam itu diperbolehkan. Tapi kalau mendo`akan agar selamat atu diampuni dosanya itu dilarang berdasarkan firman Allah SWT :<i style="mso-bidi-font-style: normal;"> “tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang - orang yang beriman meminta ampun (kepada Allah) bagi orang - orang musyrik, walaupun orang - orang musyrik itu adalah kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka bahwasangnya orang - orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahannam.” </i>(QS. At-Tubah : 113).</span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"> Setelah memperhatikan penjelasan diatas, dapat dijawab pertanyaan - pertanyaan awal tadi sebagai berikut :</span></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="mso-list: l0 level1 lfo2; text-indent: -18.0pt;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">Melayat jenazah non muslim dengan hanya niat menghormati saja tidak ikut acara kebaktian juga tidak mendo`akan diampuni dosanya, mayoritas ulama memperbolehkan. </span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo2; text-indent: -18.0pt;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">Tetap kita sebagai muslim wajib berbuat baik dengan tetangga kita walau dia non muslim, sepanjang dalam masalah sosial bukan ritual sebagaimana.</span></div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="mso-list: l0 level1 lfo2; text-indent: -18.0pt;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">Mulailah mendahului menyapanya dan bersilaturrahim dengannya. </span></div>M. Yova Yanuarhttp://www.blogger.com/profile/18375296764479057956noreply@blogger.com0